Selasa, 06 Januari 2009

HIBAH

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu dari anjuran agama Islam adalah tolong-menolong antara sesama muslim ataupun non muslim. Bentuk tolong-menolong itu bermacam-macam, bisa berupa benda, jasa, jual beli, dan lain sebagainya.Salah satu di antaranya adalah hibah

( hibah) ada dengan huruf ha di-kasrah dan ba tanpa syiddah berarti memberikan (tamlik) sesuatu kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa meminta ganti.

Hibah ini Memiliki fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat baik yang diberikan perseorangan maupun lembaga, cukup banyak riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabatnya memberi atau menerima sesuatu dalam bentuk hibah

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa saja yang berkenaan dengan hibah, di antaranya tentang rukun dan syarat hibah, dasar hukum hibah, pelaksanaan hibah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hibah
Hibah berasal dari bahasa Arab. Kata ( hibah) adalah dengan huruf ha di-kasrah dan ba tanpa syiddah berarti memberikan (tamlik) sesuatu kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa meminta ganti. Secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang yang diberi.

Para ulama pemakna memberikan pengertian yang lebih lugas diantaranya pendapat dari Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberikan zat dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada karenanya. Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Secara sederhana hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup Perjanjian antara pemberi dan penerima ini kita kenal dengan perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).

B. Dasar Hukum Hibah

Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid bin ''Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut :

"Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".

C. Ruju' di dalam Hibah

Jumhur ulama berpendapat bahwa ruju’ di dalam hibah itu haram, sekalipun hibah itu terjadi di antara saudara atau suami isteri, kecuali bila hibah itu hibah dari orang tua kepada anaknya[1], maka ruju’nya diperbolehkan berdasarkan hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-tarmidzi dan dia mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi shahih.

Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil kembali pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang tua[2] kepada anaknya[3] Perumpamaan bagi orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan, lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu kembali”.

D. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
Rukun adalah unsur persyaratan yang wajib terpenuhi dalam sebuah kegiatan (ibadah). Rukun hibah adalah sebagai berikut :

  1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
  2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
  3. Benda yang dihibahkan
  4. Ijab dan kabul.

Syarat - syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :

  1. Syarat-syarat bagi penghibah

a) Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.

b) Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan.

c) Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).

d) Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.

2. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.

3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan

a) Benda tersebut benar-benar ada.

b) Benda tersebut mempunyai nilai.

c) Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan.

d) Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.

4. Ijab Kabul
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu". Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.

E. Pelaksanaan Hibah
Sekaitan pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
  2. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
  3. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
  4. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara sederhana hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup Perjanjian antara pemberi dan penerima ini kita kenal dengan perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).

Berkaitan dengan fungsi hibah sebagai fungsi sosial, maka Nabi Muhammad SAW. melarang keras untuk menarik kembali hibah yang sudah diberikan danhukumnya haram, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Hal ini dapat difahamibahwa hibah yang ditarik kembali akan menimbulkan kebencian dan merusakhubungan sosial. Perumpamaan hibah yang ditarik kembali sebagaimana yangdinyatakan Nabi Muhammad SAW adalah seperti seekor anjing yang menjilati air liur yang sudah dimuntahkannya, sungguh suatu perumpamaan yang tidak menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, H SH MH, 2004, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 2004.

Pasaribu, H. Chairuman Drs dan Suhrawardi K. Lubis SH, 1996, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: sinar Grafika.

Rasyid, Sulaiman, 1990, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru.

Sabiq, Sayid, 1988, Fikih Sunnah Jilid 14, Bandung: PT. Al-Ma'arif.

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14,Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1988, hlm. 167.

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 305



[1] Malik berkata: orang tua diperbolehkan ruju’ dalam hibah yang diberikan kepada anaknya, kecuali bila barang yang dihibahkan itu telah berubah keadaannya; maka dia tidak lagi boleh meruju’nya.

Berkata Abu Hanifah: orang tua tidak diperbolehkan ruju’ dalam hibah yang telah diberikan kepada anaknya atau kepada setiap orang yang mempunyai hubungan keluarga dengannya. Dia hanya boleh ruju’ dalam hibah yang diberikan kepada orang lain.

[2] Ibu itu hukumnya seperti ayah menurut sebagian besar ulama.

[3] Baik anak itu sudah besar maupun masih kecil.

Tidak ada komentar: